Kaum muslimin yang semoga selalu dirahmati Allah, tidaklah samar bagi kita keadaan musibah wabah yang saat ini tengah melanda dunia, yaitu wabah SARS CoV-2/COVID-19 (Corona Virus Infection Disease-19) atau umum disebut sebagai virus corona. Banyak korban jiwa yang telah melayang di berbagai negara dan Indonesia pun termasuk negara dengan presentase kematian yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Menempuh Sebab dalam Menanggulangi Wabah
Untuk menanggulangi wabah dan musibah ini, kita perlu melakukan sebab-sebab secara syar’i (sebab non fisik) dan sebab-sebab secara fisik (sebab kauni). Di antara kedua sebab ini yang paling ditekankan adalah menempuh sebab-sebab syar’i karena bersumber dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya (berdasarkan bimbingan wahyu). Meskipun demikian kita tidak boleh mengabaikan sebab fisik/sebab kauni karena hal itu adalah bagian dari usaha (mengambil sebab) yang diperintahkan dalam agama.
Itulah bentuk tawakal kita kepada Allah ta’ala. Karena rukun tawakal adalah menempuh sebab yang mengantarkan untuk memperoleh apa yang kita inginkan lalu hati kita pasrah total kepada Allah ta’ala. Jika kita terhindar dari penyakit atau mendapatkan kesembuhan dari penyakit, hal itu semata karena karunia Allah ta’ala. Jika ternyata setelah melakukan sebab syar’i dan sebab kauni (usaha lahiriah) kita tetap terkena penyakit atau tidak mendapatkan kesembuhan, maka itu merupakan takdir Allah yang semestinya kita terima dengan hati legowo (lapang) dan semua itu baik bagi seorang mukmin. [1]
Menempuh Sebab-Sebab Fisik
Pemerintah telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (wabah Corona). Di antara poin-poin penting yang sepatutnya diperhatikan oleh segenap warga masyarakat ialah melakukan pencegahan dalam level individu dalam bentuk menjaga kebersihan diri dan rumah (universal precaution).
Di antara himbauan yang diberikan adalah sebagai berikut.
- Sering mencuci tangan dengan air dan sabun dengan langkah yang benar (5-6 langkah cuci tangan), terutama saat baru memasuki rumah, sebelum dan sesudah makan, sesudah dari toilet, setelah menyentuh benda-benda yang tidak diketahui pasti kebersihannya, setelah mengurus binatang, dan lain-lain.
- Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dicuci.
- Segera ganti baju dan mandi sepulang dari bepergian.
- Tidak berjabat tangan.
- Tidak berinteraksi dari jarak dekat dengan orang lain, baik yang memiliki gejala sakit ataukah tidak.
- Tutupi mulut saat batuk dan bersin dengan lengan atas dan ketiak dan segera cuci tangan.
- Sering membersihkan/mengelap permukaan benda seperti meja/kursi yang sering disentuh .
Kemudian, juga ada beberapa cara untuk mencegah meluasnya wabah ini pada tingkatan masyarakat dengan melakukan pembatasan interaksi fisik seperti:
- Tidak berdekatan atau berkumpul di tempat keramaian.
- Gunakan masker saat keluar rumah.
- Tidak mengadakan pertemuan yang melibatkan banyak peserta.
- Hindari melakukan perjalanan ke luar kota.
- Mengurangi berkunjung ke rumah orang lain dan kurangi menerima kunjungan.
- Mengurangi frekuensi pergi untuk belanja dan usahakan bukan pada jam ramai.
- Menerapkan bekerja dari rumah.
- Menjaga jarak saat mengantri atau duduk di bus, kereta, atau fasilitas umum lainnya minimal 1 meter.
- Anak-anak bermain di rumah saja.
- Ibadah dapat dilaksanakan di rumah untuk sementara waktu. [2]
Selain itu, pemerintah juga menghimbau atau memberikan ketentuan bagi masyarakat untuk melakukan pembatasan sosial berupa menjaga jarak fisik dengan beberapa cara, misalnya:
- Tidak bersalaman, berpelukan atau berciuman (cipika cipiki).
- Hindari penggunaan transportasi publik dan hindari jam sibuk ketika bepergian.
- Dilarang berkumpul massal di kerumunan dan fasilitas umum.
- Hindari berkumpul tatap muka dengan banyak orang dan menunda kegiatan bersama.
- Gunakan telepon atau layanan online untuk menghubungi orang lain.
- Jika anda sakit jangan mengunjungi/berdekatan dengan orang lanjut usia.
Semua orang harus mengikuti ketentuan ini. Pemerintah juga menghimbau untuk mengikuti petunjuk ini dengan ketat dan membatasi tatap muka dengan teman dan keluarga, khususnya jika anda berusia 60 tahun ke atas, atau memiliki penyakit penyerta seperti diabetes melitus, hipertensi, kanker, asma dan penyakit paru obstruksi kronik, atau ibu hamil. [3]
Pemerintah juga telah memberikan penjelasan ringkas berkaitan dengan klasifikasi kasus COVID-19 untuk masyarakat sebagai berikut :
- Orang Tanpa Gejala (OTG): Orang tanpa gejala yang memiliki kontak dengan kasus positif. Maka bagi kelompok ini diberlakukan isolasi diri sendiri di rumah.
- Orang Dalam Pemantauan (ODP): Orang yang memiliki gejala ringan, dan membutuhkan pemeriksaan. Bagi kelompok ini juga harus mengisolasi diri sendiri di rumah.
- Pasien Dalam Pengawasan (PDP): Pasien yang memiliki gejala ringan/sedang/berat yang memiliki riwayat perjalanan/kontak dan membutuhkan pemeriksaan. Bagi kelompok ini jika sakitnya ringan cukup mengisolasi diri di rumah. Jika sakitnya sedang perlu dirawat di Rumah Sakit Darurat. Dan apabila sakitnya berat harus dirawat di Rumah Sakit Rujukan.
- Konfirmasi: Yaitu pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan positif. Apabila sakitnya ringan bisa mengisolasi diri di rumah. Apabila sakitnya sedang harus dirawat di Rumah Sakit Darurat. Dan apabila sakitnya berat harus dirawat di Rumah Sakit Rujukan. [4]
Menempuh Sebab-Sebab Non-Fisik
Perlu diketahui oleh segenap kaum muslimin bahwasanya dalam kondisi wabah dan musibah yang begitu berat semacam ini perlu dilakukan usaha-usaha non fisik yang berkaitan dengan agama dan keyakinan kita sebagai seorang muslim. Salah satu perkara mendasar yang harus kita ingat adalah betapa fakir dan butuhnya kita kepada Allah.
Allah berfirman
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Wahai manusia, kalian adalah orang-orang yang fakir/butuh kepada Allah. Dan Allah Mahakaya lagi Mahaterpuji” (QS. Fathir: 15)
Kebutuhan ini semakin penting dan mendesak pada saat tertimpa kesulitan dan musibah berat semacam ini.
Kaidah pertama. Kita harus meyakini bahwa Allah telah menakdirkan segala sesuatu. Allah berfirman
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
“Dan Allah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan takdirnya dengan sebenar-benarnya.” (QS. al-Furqan: 2)
Oleh sebab itu kita mengimani takdir Allah ini dan menghadapi musibah yang menimpa dengan kesabaran.
Kaidah kedua. Kita harus menyempurnakan tawakal kepada Allah dan menyandarkan segala urusan kepada-Nya. Allah berfirman,
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah; Tidak akan menimpa kami kecuali apa-apa yang telah ditetapkan Allah menimpa kami, Dia lah penolong bagi kami. Dan kepada Allah semata hendaknya orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. At-Taubah : 51)
Kaidah ketiga. Kita harus kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Allah berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan ulah tangan-tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian akibat dari apa yang mereka kerjakan, mudah-mudahan mereka kembali/bertaubat.” (QS. Ar-Rum : 41)
Kaidah keempat. Kita harus menempuh sebab-sebab (upaya nyata) untuk menghindar dari wabah. Allah berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kalian dengan sengaja menjerumuskan diri kalian menuju kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Termasuk dalam usaha ini adalah dengan tidak mendatangi tempat-tempat yang terkena wabah dan melakukan upaya-upaya fisik (secara medis) untuk terhindar atau selamat dari wabah atau penyakit tersebut.
Kaidah kelima. Kita harus bersungguh-sungguh dalam mengambil informasi yang berkaitan dengan wabah ini dari sumber-sumber yang terpercaya dan ahli pada bidangnya. Dan harus menjauhi berbagai berita yang tidak jelas kebenarannya (kabar burung). Hendaknya kita mengembalikan setiap urusan kepada ahlinya dan tidak menerima kabar-kabar yang tidak jelas yang pada akhirnya justru akan membahayakan atau merugikan orang banyak.
Kaidah keenam. Semestinya kita terus bersungguh-sungguh dalam berdoa kepada Allah karena doa itulah intisari dari ibadah. Baik itu doa secara umum agar dihindarkan atau diangkat dari bencana yang menimpa. Seperti dengan ucapan, “Ya Allah, singkirkanlah dari kami wabah ini.” atau doa-doa serupa. Oleh sebab itu, para ulama juga telah menyampaikan anjuran untuk banyak-banyak berdoa agar wabah ini diangkat dan disingkirkan bahkan hal itu telah tertulis dalam kitab-kitab hadits sejak ratusan tahun yang silam. Bisa juga dengan doa-doa secara khusus seperti:
- Membaca surat al-Falaq dan an-Naas
- Membaca doa
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ ، وَالجُنُونِ ، والجُذَامِ ، وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ
‘Allahumma inni a’uudzu bika minal barash wal junun wal judzam wa sayyi’il asqam’
Artinya:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit belang, gila, kusta, dan dari segala penyakit yang buruk lainnya.”
- Rutin membaca dzikir pagi-petang, misalnya:
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai’un fil ardhi wa laa fis samaa’ wa huwas samii’ul ‘aliim.”
Artinya:
“Dengan nama Allah yang apabila disebut, tidak akan berbahaya segala sesuatu yang ada di bumi maupun di langit. Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
dibaca sebanyak tiga kali setiap pagi (habis subuh) dan sore (habis ashar).
Inilah ringkasan enam kaidah pokok untuk menyikapi merebaknya wabah Corona sebagaimana diterangkan oleh Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah al-Ushaimi hafizhahullah; seorang ulama besar dan pengajar tetap di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Arab Saudi dalam sebuah nasihat beliau yang berjudul ‘Ushul Sittah fil Iftiqar ilallah fisy Syiddah’ atau enam kaidah dalam mewujudkan perasaan fakir/butuh kepada Allah dalam kondisi musibah yang sangat berat.
Kemudian juga perlu kami tekankan di sini apa-apa yang telah dinasihatkan oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah tentang wajibnya kita untuk bertaubat kepada Allah atas semua dosa. Beliau mengutip nasihat dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu,
ما نزل البلاء إلا بذنب وما رفع إلا بتوبة
“Tidaklah Allah menurunkan bala’ (bencana, wabah penyakit) kecuali disebabkan perbuatan dosa, dan tidaklah diangkat bala’ tersebut kecuali dengan bertaubat kepada Allah.”
Beliau juga mengingatkan kita terhadap firman Allah,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang beriman, agar kamu beruntung.” (QS. an-Nur: 31)
Allah juga berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.” (QS. at-Tahrim: 8)
Beliau juga mewasiatkan agar kita tetap menegakkan sholat 5 waktu dan mengerjakan sholat-sholat sunnah, memperbanyak istighfar, tasbih/membaca subhanallah, memuji Allah/mengucapkan alhamdulillah, berdzikir dan melakukan amal salih, perbanyak sedekah dan memperbanyak shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. [5]
Berdzikir kepada Allah merupakan sebab Allah mengingat dan memberikan pertolongan kepada hamba-Nya. Allah berfirman,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
Ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku pun ingat kepada kalian.” (QS. al-Baqarah : 152)
Ibnu ‘Abbas menafsirkan ayat tersebut, “Ingatlah kalian kepada-Ku dengan melakukan ketaatan kepada-Ku niscaya Aku akan mengingat kalian dengan memberikan ampunan-Ku kepada kalian.” Sa’id bin Jubair berkata, “Artinya; Ingatlah kalian kepada-Ku pada waktu berlimpah nikmat dan kelapangan niscaya Aku akan mengingat kalian ketika berada dalam keadaan tertimpa kesusahan dan bencana.” [6]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى رَبِّكُمْ فَإِنِّي أَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai umat manusia, bertaubatlah kepada Allah. Karena sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari kepada-Nya seratus kali.” (HR. Muslim no. 2702)
Syaikh Abdul Qayyum as-Suhaibani hafizhahullah mengatakan dalam sebuah nasehatnya, “Tidaklah musibah-musibah -dan kehinaan- menimpa kaum muslimin kecuali disebabkan minimnya perendahan diri mereka kepada Allah. Dan hal ini merupakan sunnah kauniyah; barangsiapa yang tidak mau tunduk merendahkan diri kepada Allah, maka Allah akan buat dia tunduk/merendah kepada selain-Nya.” [7]
Demikian sedikit rangkuman arahan dan nasihat yang dapat kami kumpulkan dengan taufik dari Allah semata. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan segera mengangkat wabah ini, sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha dekat serta mengabulkan doa-doa.
Catatan Kaki
[1] Tambahan faidah dari Ustadz Afifi Abdul Wadud hafizhahullah.
[2] Pedoman Penanganan Cepat, Hal. 11-12
[3] Idem Hal. 13
[4] Idem Hal. 33
[5] Lihat Sikap Seorang Muslim Terhadap Wabah Virus Corona, hlm. 25-27 penerbit Masjid Imam Ahmad bin Hanbal Bogor.
[6] Lihat Ma’alim at-Tanzil, Hal.74
[7] Dinukil dari Mafhum ‘Ibadah, seri 2 menit 20.15 – 20.31.
Sumber: muslim.or.id